Sejarah Batik Indonesia
Ulas Batik | Hampir semua wilayah di Indonesia, masing-masing memiliki apa yang dikenal dengan "batik" tapi dengan nama yang berbeda. Kata "Batik", mengacu pada seni menulis atau menggambar pada kain. Kata “Batik" berasal dari bahasa Jawa yang merupakan penggabungan dua suku kata "AMBA" yang berarti menulis dan "TITIK" yang berarti intinya. Jadi Batik adalah seni menggambar pada kain dengan cara menyambungkan titik titik tersebut
Batik di Indonesia mulai dikenal sejak abad ketujuhbelas, ditulis dan dicat pada daun lontar. Di masa itu, motif atau coraknya kebanyakan masih dalam bentuk hewan atau tumbuhan. Tapi seiring berkembangya zaman, gaya menggambar batik sudah merambah pada motif seperti abstrak dalam bentuk awan (megamendung – Cirebon), relief candi, wayang dan lainnya. Corak atau notif Batik semakin beragam dan bervariasi sesuai dengan filosofi serta budaya masing-masing daerah di Indonesia.
Awalnya, Batik bukanlah busana seperti sekarang tapi hanya berbentuk selembar kain dan orang Jawa menyebutnya "Jarik". 2.500 tahun SM, nenek moyang Indonesia datang menggunakan kain kulit kayu dengan pola angin (artefak ini sekarang berada di Museum Gajah atau Museum Nasional Indonesia, Jakarta). Inilah yang disebut asal-usul batik nusantara. Patung peninggalan abad ke-7 (ada yang menyebutkan abad ke 9) memakai kain batik.
Pada abad ke-16, Sir Stamford Raffless dalam bukunya "History of Java" menyebutkan batik yang ada di Tuban, Jawa Timur. Lukisan batik batik yang dihasilkan semuanya sampai awal abad ke-20 dan batik cap atau stempel baru diketahui setelah Perang Dunia Pertama berakhir atau sekitar tahun 1920-an.
Sejarah Batik di Indonesia juga sangat erat kaitannya dengan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Dalam beberapa catatan, perkembangan batik banyak dilakukan di masa kerajaan Mataram, yang cakupan wilayahnya adalah Solo (Surakarta) dan Yogyakarta.
Kesenian batik adalah seni menggambar pada kain yang menjadi salah satu budaya keluarga raja-raja Jawa. Batik pada awalnya dikerjakan oleh abdi dalam yang juga pembuat batik yang "dikurung" di dalam lingkungan istana (disebut lingkungan "Kraton") dan hasil batik digunakan untuk pakaian raja dan keluarga beserta pengikutnya.
Pada tahun 1769, 1784 dan 1790, Keraton Surakarta Sri Sunan (era Sri Susuhunan Paku Buwono III) mengeluarkan sebuah dekrit yang melarang penggunaan batik yang mengandung motif sawat (sayap elang), golok, udan liris, cemukiran untuk orang-orang yang bukan keluarga keraton. Keraton Yogyakarta (Yogyakarta) juga melakukan hal yang sama.
Pada abad ke-18, ditemukan lilin atau "malam" dari sarang lebah. Pada tahun 1850, ditemukan alat batik berupa cetakan yang terbuat dari tembaga yang disebut "cap", batik dengan teknik ini kemudian disebut Batik Cap. Teknik yang dihasilkan menggunakan cap tersebut muncul karena permintaan batik yang kian meningkat tentunya di luar Keraton. Pada tahun inilah, bisnis batik mulai berkembang di Pekalongan. Oleh karena itu banyak pengikut raja yang tinggal di luar istana, kemudian seni batik dibawa oleh para abdi dalem istana dan dibawa ke tempat tinggalnya masing-masing. Setelah sekian lama, akhirnya seni batik ditiru oleh orang-orang terdekat dengan lingkungan istana dan kemudian berkembang menjadi karya seni yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan di rumah rumah untuk mengisi waktu luangnya.
Dalam kurun waktu 1942-1945 (masa penjajahan Jepang di Indonesia), seni batik banyak dipengaruhi oleh budaya Jepang dan yang paling populer saat itu yaitu Batik Djawa Hokokai.
Pertengahan 1950, Presiden Soekarno memulai proyek Batik Indonesia. Motif batik ini berubah disesuaikan dengan semangat nasionalisme. Pada tahun yang sama justru penjualan batik tulis dan cap justru menurun karena muncul kain menyerupai batik yang dibuat dengan teknik sablon dan mesin printing.
Pada tahun 1964, atas perintah langsung Presiden Soekarno, Indonesia memamerkan Batik di gerai sewa terbesar di New York World Fair, Amerika Serikat.
Pada tahun 1972, oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu Ali Sadikin untuk pertama kalinya, batik menjadi pakaian resmi pegawai negeri sipil sebagai upaya mengembalikan kejayaan batik di Indonesia.
Penentuan hari Batik Nasional berasal dari keputusan UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 yang mengakui Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya untuk Kemanusiaan dan Tak Berwujud.
Pada akhirnya, pakaian batik yang dulunya hanya digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan dan abdi dalemnya, kini menjadi pakaian rakyat yang populer, baik wanita maupun pria, tua dan muda. Dan pakaian batik tidak hanya digunakan sekedar menghadiri acara resmi seperti pesta pernikahan.
Dan pada tanggal 2 Oktober 2009, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkannya sebagai Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober
Semoga Batik Indonesia kembali jaya, sehingga menjadi kontributor bagi perekonomian Indonesia yang jauh lebih baik.
0 Komentar Untuk "Sejarah Batik Indonesia"
Post a Comment