IBX5980432E7F390 February 2017
Batik khas Depok

Batik khas Depok

Ulas Batik Indonesia | Depok punya batik? Depok yang di Yogyakarta atau Depok yang ada Kampus Universitas Indonesia?
Kalau Depok yang di Yogyakarta sih tidak aneh karena memang Yogyakarta sudah sangat terkenal dengan batik-nya. Nah kalau Depok yang terletak di pinggir Jakarta dan ada kampus Universitas Indonesia itu sekarang ada batik, apa iya?
Ya, benar, sekarang sudah ada yang namanya Batik khas Depok.

Dalam sejarahnya, memang Depok tidak mempunyai jejak-jejak sejarah masa lalu yang berkaitan dengan Batik dalam hal ini kerajinan pembuatan batik. Namun sejak tahun 2007, Pemerintah Kota Depok (Pemkot Depok) melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Depok mulai merintis batik di Depok, salah satunya dengan cara mengadakan Lomba Desain Batik khas Depok. Dan semenjak Batik Indonesia memperoleh pengakuan dunia melalui UNESCO pada tahun 2009, Kota Depok pun semakin terdorong untuk ikut memajukan batik sekaligus mengangkat ekonomi daerah. 

Motif Batik
Berbeda dengan daerah daerah yang lebih dahulu memang terkenal dengan batiknya seperti Solo, Yogyakarta, Cirebon dan Pekalongan yang motifnya yang begitu kaya dan sangat beragam, motif yang diangkat ke dalam batik khas Depok adalah ikon-ikon atau simbol-simbol khas kota Depok seperti Buah Belimbing Dewi, Gong Bolong, Jembatan Panus, Logo Kota Depok, jalan Margonda, ikan Memphis / Manfish (ikan hias yang pernah sangat populer di Depok). Dimana di Depok memang terdapat Balai Penelitian dan Pengembangan Ikan Air Tawar yang terletak di daerah Cagar Alam Kecamatan Pancoran Mas. Bisa jadi ikan Memphis / Manfish ini adalah hasil pengembangan Balai tersebut) lalu ad simbol program ODNR / One Day No Rice (yaitu program sehari tanpa nasi) alias sehari tidak makan nasi yang diganti dengan makanan lain seperti jagung, singkong dan lain-lain. Program ini dilaksanakan setiap hari Selasa setiap minggunya. Program ini berjalan pada saat kepemimpinan Nur Mahmudi Ismail menjabat Walikota Depok).
Popularitas
Tidaklah sepadan bila membandingkan popularitas batik Depok dengan batik dari Solo, Yogya atau Pekalongan. Sangatlah wajar bila Batik khas Depok belum banyak dikenal, jangankan warga di luar Depok, warga Depok mungkin sebagian besar masih belum mengetahui keberadaan Batik khas Depok ini, mengingat Depok tidak mempunyai sejarah Batik dan baru mulai dikembangkan, usia kota Depok juga masih muda yaitu baru berusia 16 tahun (pada tahun 2017) setelah lepas dari Kabupaten Bogor. 

Namun sampai saat tulisan ini diturunkan, Batik khas Depok ini belum banyak diproduksi massal mengingat memang Depok tidak punya sejarah Batik dan dapat dikatakan baru menggeliat. Selain keterbatasan lahan untuk produksi, ketersediaan pengrajin batik di Depok dapat dikatakan masih sedikit. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa banyak Batik-batik khas Depok sebagian besar masih diproduksi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Hal itu semua tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kota untuk tetap berupaya keras memajukan Batik Khas Depok sekaligus mengangkat perekonomian Daerah.

Maju terus Batik khas Depok, agar Batik tetap lestari dan memajukan perekonomian daerah.
Sejarah Batik Indonesia

Sejarah Batik Indonesia

Ulas Batik | Hampir semua wilayah di Indonesia, masing-masing memiliki apa yang dikenal dengan "batik" tapi dengan nama yang berbeda. Kata "Batik", mengacu pada seni menulis atau menggambar pada kain. Kata “Batik" berasal dari bahasa Jawa yang merupakan penggabungan dua suku kata "AMBA" yang berarti menulis dan "TITIK" yang berarti intinya. Jadi Batik adalah seni menggambar pada kain dengan cara menyambungkan titik titik tersebut

Batik di Indonesia mulai dikenal sejak abad ketujuhbelas, ditulis dan dicat pada daun lontar. Di masa itu, motif atau coraknya kebanyakan masih dalam bentuk hewan atau tumbuhan. Tapi seiring berkembangya zaman, gaya menggambar batik sudah merambah pada motif seperti abstrak dalam bentuk awan (megamendung – Cirebon), relief candi, wayang dan lainnya. Corak atau notif Batik semakin beragam  dan bervariasi sesuai dengan filosofi serta budaya masing-masing daerah di Indonesia.

Awalnya, Batik bukanlah busana seperti sekarang tapi hanya berbentuk selembar kain dan orang Jawa menyebutnya "Jarik". 2.500 tahun SM, nenek moyang Indonesia datang menggunakan kain kulit kayu dengan pola angin (artefak ini sekarang berada di Museum Gajah atau Museum Nasional Indonesia, Jakarta). Inilah yang disebut asal-usul batik nusantara. Patung peninggalan abad ke-7 (ada yang menyebutkan abad ke 9) memakai kain batik.
Pada abad ke-16, Sir Stamford Raffless dalam bukunya "History of Java" menyebutkan batik yang ada di Tuban, Jawa Timur. Lukisan batik batik yang dihasilkan semuanya sampai awal abad ke-20 dan batik cap atau stempel baru diketahui setelah Perang Dunia Pertama berakhir atau sekitar tahun 1920-an.

Sejarah Batik di Indonesia juga sangat erat kaitannya dengan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Dalam beberapa catatan, perkembangan batik banyak dilakukan di masa kerajaan Mataram, yang cakupan wilayahnya adalah Solo (Surakarta) dan Yogyakarta.
Kesenian batik adalah seni menggambar pada kain yang menjadi salah satu budaya keluarga raja-raja Jawa. Batik pada awalnya dikerjakan oleh abdi dalam yang juga pembuat batik yang "dikurung" di dalam lingkungan istana (disebut lingkungan "Kraton") dan hasil batik digunakan untuk pakaian raja dan keluarga beserta pengikutnya.

Pada  tahun 1769, 1784 dan 1790, Keraton Surakarta Sri Sunan (era Sri Susuhunan Paku Buwono III) mengeluarkan sebuah dekrit yang melarang penggunaan batik yang mengandung motif sawat (sayap elang), golok, udan liris, cemukiran untuk orang-orang yang bukan keluarga keraton. Keraton Yogyakarta (Yogyakarta) juga melakukan hal yang sama.

Pada abad ke-18, ditemukan lilin atau "malam" dari sarang lebah. Pada tahun 1850, ditemukan alat batik berupa cetakan yang terbuat dari tembaga yang disebut "cap", batik dengan teknik ini kemudian disebut Batik Cap. Teknik yang dihasilkan menggunakan cap tersebut muncul karena permintaan batik yang kian meningkat tentunya di luar Keraton. Pada tahun inilah, bisnis batik mulai berkembang di Pekalongan. Oleh karena itu banyak pengikut raja yang tinggal di luar istana, kemudian seni batik dibawa oleh para abdi dalem istana dan dibawa ke tempat tinggalnya masing-masing. Setelah sekian lama, akhirnya seni batik ditiru oleh orang-orang terdekat dengan lingkungan istana dan kemudian berkembang menjadi karya seni yang banyak dilakukan oleh kaum perempuan di rumah rumah untuk mengisi waktu luangnya.

Dalam kurun waktu 1942-1945 (masa penjajahan Jepang di Indonesia), seni batik banyak dipengaruhi oleh budaya Jepang dan yang paling populer saat itu yaitu Batik Djawa Hokokai.

Pertengahan 1950, Presiden Soekarno memulai proyek Batik Indonesia. Motif batik ini berubah disesuaikan dengan semangat nasionalisme. Pada tahun yang sama justru penjualan batik tulis dan cap justru menurun karena muncul kain menyerupai batik yang dibuat dengan teknik sablon dan mesin printing.

Pada tahun 1964, atas perintah langsung Presiden Soekarno, Indonesia memamerkan Batik di gerai sewa terbesar di New York World Fair, Amerika Serikat.
Pada tahun 1972, oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu Ali Sadikin untuk pertama kalinya, batik menjadi pakaian resmi pegawai negeri sipil sebagai upaya mengembalikan kejayaan batik di Indonesia.

Penentuan hari Batik Nasional berasal dari keputusan UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 yang mengakui Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya untuk Kemanusiaan dan Tak Berwujud.

Pada akhirnya, pakaian batik yang dulunya hanya digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan dan abdi dalemnya, kini menjadi pakaian rakyat yang populer, baik wanita maupun pria, tua dan muda. Dan pakaian batik tidak hanya digunakan sekedar menghadiri acara resmi seperti pesta pernikahan.

Dan pada tanggal 2 Oktober 2009, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkannya sebagai Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober 

Semoga Batik Indonesia kembali jaya, sehingga menjadi kontributor bagi perekonomian Indonesia yang jauh lebih baik.