IBX5980432E7F390 Batik Itu Indonesia
Batik Mangrove

Batik Mangrove

Ulas Batik | Tanaman "Mangrove", tanaman yang biasa ditanam atau tumbuh di pinggir laut ini, di Indonesia dikenal sebagai Tanaman Bakau.

Salah satu bagian tanaman mangrove ini ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami untuk batik, bagian itu yaitu biji dari tanaman mangrove. Warna alami yang dihasilkan dari biji mangrove ini yaitu warna coklat 

Selain menjadi pewarna alami untuk batik, ada pula yang dikenal dengan nama batik mangrove, yang mengacu pada disain dengan pola tanaman mangrove seperti daun, batang dan tanaman itu sendiri serta lingkungan sekitar tanaman mangrove, atau hutan mangrove yang dijadikan dasar untuk motif yang menarik.


Jadi, tanaman mangrove ini benar benar punya manfaat luas, sebagai penahan abrasi pantai, pelindung ekosistem di sekitar pantai, bijnya sebagai bahan pewarna untuk batik, tanaman dan lingkungannya menjadi inspirasi corak atau motif batik.
Batik Garut

Batik Garut

Batik Indonesia | Kabupaten Garut yang masuk ke dalam administrasi provinsi Jawa Barat, wilayahnya merupakan pegunungan hingga mendapat julukan "Swiss van Java". Selain terkenal dengan Dodol nya, domba nya, Garut juga mempunyai hasil kerajinan Batik. Batik Garut merupakan salah satu Batik Priangan.

Sejarah Batik di Garut

Secara detil jejak-jejak sejarah mengenai keberadaan Batik di Garut, tidak terdapat catatan spesifik atas sejarah Batik di Garut seperti asal mula dan perintis atau yang mengenalkan Batik di Garut, tetapi satu hal yang pasti bahwa Batik Garut mulai dikenal sejak tahun 1945 dan dikenal sebagai Batik Tulis Garutan, pernah mengalami kejayaan antara tahun 1967 sampai tahun 1985. Setelah itu seperti daerah-daerah lainnya, Batik Garut pun akhirnya juga mengalami kemunduran karena beberapa sebab, seperti keterbatasan bahan baku, modal serta strategi penjualan dan tentu saja akibat serbuan dari Batik printing ketika itu.

Awalnya, Batik Garutan digunakan oleh sebagian besar masyarakat Garut sebagai kain sinjang (di jawa disebut kain jarik) dan juga digunakan sebagai pakaian untuk kebutuhan sandang.

Dahulu, proses pembuatan Batik Tulis Garutan serupa dan sama dengan proses pembuatan Batik Tulis pada umumnya seperti di Yogyakarta dan Solo, dimana proses pembuatan dan pewarnaan dilakukan secara manual dan menggunakan bahan-bahan alami sehingga untuk dapat menghasilkan satu lembar kain Batik harus membutuhkan waktu paling tidak tiga bulan. Sebuah proses yang panjang namun menghasilkan kain Batik dengan kualitas tinggi yang dapat bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun.

Motif Batik Garutan
Batik Garut motif Sekar Jagad
Batik Garut motif Sekar Jagad

Motif Batik Garutan yang paling khas adalah Batik Garutan Warna Gumading dimana coraknya sangat tegas dengan warna kekuningan yang disebut "Gumading".
Namun seiring perkembangan, Batik Garut kebanyakan hadir dengan ragam hias motif berbentuk geometris dan juga ragam hias motif flora dan fauna. Dari beberapa motif yang ada, seperti penamaan motif, jelas sekali bahwa Batik Garutan mendapatkan pengaruh dari Yogyakarta dan Solo. Terbukti terdapat beberapa motif Batik Garutan seperti Batik Garut Motif Lereng, Batik Garut motif Sekar Jagad, Batik Garut Lereng Adumanis dan lain-lain.
Selain itu, Batik Garutan juga mendapatkan pengaruh dari budaya Arab, budaya Cina, budaya Hindu dan agama Islam.


Kini, ikon-ikon dari Garut seperti Dodol dan Domba, juga dijadikan sebagai ornamen dalam motif Batik Garutan.

Untuk Sentra produksi Batik di Garut, hanya terpusat di kota Garut.
Batik khas Betawi

Batik khas Betawi

Batik Indonesia | Penduduk asli Jakarta dan sekitarnya biasa disebut dengan "orang Betawi" dan budayanya juga disebut dengan "Budaya Betawi". Ikon dari budaya Betawi yang paling terkenal adalah "Ondel-ondel. 

Tetapi sekarang ini jumlah penduduk asli lebih sedikit dibanding dengan jumlah penduduk pendatang, mengingat Jakarta menjadi pusat Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi pusat pertemuan berbagai etnis daerah dan suku bangsa.


Ondel-Ondel khas kesenian Betawi
Kota Jakarta, yang pada masa penjajahan Belanda bernama "Batavia", saat itu Batavia, yang merupakan akar budaya Betawi, telah berkembang industri rumah dan bisnis batik, namun para perajin dan pengusaha batik bukanlah penduduk asli atau pribumi melainkan pendatang atau orang-orang perantauan yang berasal dari Pekalongan dan Solo. Kedua kota tersebut sudah dikenal terlebih dahulu sebagai kota penghasil batik. Pengrajin dan pengusaha batik yang berasal dari kota Solo dan Pekalongan ini membuat batik dengan mengangkat tema budaya asli Betawi. Usaha batik yang dilakukan adalah industri rumah tangga yang tersebar di beberapa tempat yaitu Palmerah, Bendungan Hilir (Benhil), Karet Tengsin dan Kebon Kacang - Tanah Abang. Meski motif batik yang diangkat bertema dari budaya Betawi, namun karena pengrajin dan pengusaha berasal dari kota Solo dan Pekalongan, maka motif batik yang dihasilkan sedikit lebih banyak masih dipengaruhi motif dan gaya kedua kota tersebut. Selain itu, pada dasarnya Budaya Betawi juga dipengaruhi oleh beberapa budaya seperti Cina, India dan Arab, sehingga mempengaruhi Batik Betawi yang memiliki warna lebih cerah.
Ini terbukti dengan hadirnya motif batik khas Betawi saat itu (yang sekarang disebut dengan motif klasik Betawi) seperti : 
  • motif gambar Burung Hong 
  • motif gambar pohon dan buah noni (mengkudu) 
  • motif "Tumpal", yang merupakan gambar geometris segitiga 
  • motif pucuk rebung 
Motif Pucuk Rebung merupakan motif paling populer dari Batik khas Betawi, motif ini menjadi seragam atau pakaian wajib bagi peserta pemilihan Abang dan None Jakarta sejak tahun 1970 an. 


Motif Tumpal yang merupakan gambar geometis segitiga yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. Segitiga geometris akan mudah kita jumpai pada rumah-rumah bergaya Betawi, seperti di daerah Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
gambar geometis segitiga yang memagari bagian kepala kain dan badan kain. Segitiga geometris akan mudah kita jumpai pada rumah-rumah bergaya Betawi, seperti di daerah Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Meski pengrajin dan pengusaha batik ini berasal dari dua kota yang sebelumnya terkenal dengan batik, namun batik tersebut tidak mampu mengangkat popularitas Batik khas Betawi dan pada akhirnya batik khas betawi tenggelam, jauh kalah populer dibanding batik dari Solo, Pekalongan, Yogyakarta dan Cirebon.  
Saat ini, dengan diakuinya batik Indonesia oleh UNESCO pada 2 Oktober tahun 2009 dimana batik menjadi lebih populer, membawa pengaruh positif bagi perkembangan batik Indonesia khususnya Batik Betawi yang mulai bangkit kembali. Ini ditandai dengan adanya Kampung Batik Betawi yaitu sejak tahun 2012, di bagian selatan Jakarta, berdiri sebuah kampung batik bernama Kampung Batik Betawi Terogong yang diprakarsai oleh seorang wanita bernama Siti Laela yang merupakan keturunan Betawi. Hal yang mendorong Siti Laela mendirikan Kampung Batik Betawi Terogong antara lain: keinginan untuk melestarikan dan mempopulerkan kembali Batik Betawi.  
Selain Kampung Terogong, terdapat satu kampung lagi sebagai kampung batik betawi yaitu di daerah Palbatu, Jakarta Selatan dan dikenal sebagai Kampung Batik Palbatu.
Karena hasil produksi kedua kampung batik yang ada di Jakarta tersebut tidak banyak seperti kampung batik daerah lain, maka Batik khas Betawi yang ada di pasaran adalah batik Betawi yang diproduksi di daerah Cirebon. Motif batik khas Betawi ini dapat dikatakan sebagai motif Batik Betawi modern meliputi yaitu motif yang mengambil ikon dan landmark kota Jakarta :
gambar ondel-ondel motif. Ondel ondel adalah boneka besar khas Betawi gambar motif alat musik dari seni betawi yang diberi nama "Tanjidor" gambar seperti Monumen Nasional (Monas) atau Patung Pancoran. 

Demikian sedikit gambaran dan cerita mengenai Batik Betawi.

Batik Ciamis

Batik Ciamis

Batik Indonesia | Ciamis, adalah nama kota dan kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat yang  berbatasan langsung dengan kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Sejarah Ciamis tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Galuh dan kerajinan membatik sudah ada di Ciamis sejak masa Kerajaan Galuh ini.
Batik Ciamis termasuk dalam kelompok Batik Priangan bersama dengan daerah Garut, Tasikmalaya, dan Bandung. Dalam skala yang lebih luas disebut bagian dari Batik Tatar Sunda yang dalam hal ini termasuk daerah Cirebon dan Indramayu (walaupun kedua daerah ini terdapat unsur jawa yang besar).
Walaupun mempunyai teknik membatik sendiri yang disebut "teknik batik Sarian", Batik Ciamis  yang dikenal dengan nama Batik Ciamisan banyak dipengaruhi dari daerah lain seperti Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Garut bahkan Solo dan Yogyakarta. Pengaruh dari Solo dan Yogyakarta kemungkinan terjadi karena menurut cerita, pada saat Pasukan Diponegoro berangkat berperang menuju Batavia (Jakarta) untuk melawan penjajah kolonial Belanda, dalam perjalanan Pasukan Diponegoro tersebut juga melewati wilayah Ciamis. Kemungkinan ada anggota pasukan yang singggah dan kemudian menetap di Ciamis dan membawa budaya batik ke Ciamis.

Tahun 1960 hingga awal tahun 1980 adalah era kejayaan Batik Ciamis. Pada masa itu, Batik Ciamis dapat bersaing dengan batik batik produksi dari Solo, Yogya dan Pekalongan yang memang sudah tersohor dengan batiknya.

Faktor perubahan ekonomi makro yang tidak menguntungkan juga berimbas atau berdampak pada para pengrajin batik di Ciamis, ditambah faktor bencana lam letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982 menyebabkan turunnya eksistensi Batik Ciamis. Akibat letusan Gunung Galunggung tersebut cukup dahsyat karena debu abu vulkaniknya menutupi selama setahun, akibatnya para pengrajin batik tidak dapat melakukan produksi batik karena kendala proses pengeringan yang mengandalkan sinar matahari.
Pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan budaya Indonesia, memberikan dampak positif terhadap perkembangan batik Ciamis. Para pengrajin Batik Ciamis (Sentra produksi di Dusun Ciwahangan dan Desa Imbanagara) kembali bersemangat untuk mengangkat dan membangkitkan kembali Batik Ciamis yang sempat terpuruk.

Batik Ciamis memliki karakter serta corak batik yang berbeda dari daerah tetangganya yaitu Tasikmalaya dan Garut. Warna Batik Ciamis juga lebih kental. Selain dipengaruhi gaya batik pesisir seperti dari Indramayu dan Cirebon, Batik Ciamis juga dipengaruhi gaya Batik dari Solo dan Yogyakarta yang kemudian berpadu dengan budaya Sunda serta kehidupan masyarakat Ciamis dengan ke-sunda-annya menghasilkan Motif-motif Batik Ciamisan seperti :
  1. Galuh Pakuan
  2. Batu Hiu
  3. Rereng Lasem
  4. Parang Sontak
  5. Rereng Seno
  6. Rereng Sintung Ageung
  7. Rereng Parang Rusak
  8. Kumeli
  9. Kopi Pecah
  10. Ciung Wanara
  11. Daun Kelapa
  12. Tanaman Rente
Dari beberapa motif Batik Ciamisan di atas, membuktikan bahwa memang ada pengaruh dari daerah lain karena di Ciamis pun terdapat motif Batik Rereng Parang Rusak.
Rereng dalam bahasa Sunda berarti adalah Lereng atau Parang, ini merupakan adaptasi dari Batik Solo dan Yogyakarta.
Walaupun seni membatik di Ciamis telah ada semenjak jaman Kerajaan Galuh, namun motif-motif Batik yang tercipta kebanyakan tidak mengandung filosofi, perlambang atau nilai sakral khusus dan juga tidak menunjukkan status sosial tertentu sebagaimana awal-awal motif Batik Solo dan Yogyakarta dahulu.

Demikian sedikit gambaran dan cerita mengenai Batik dari Ciamis.

Apa itu Jumputan?

Apa itu Jumputan?

Ulas Batik Indonesia | Apa itu Jumputan? Untuk mengetahui apa itu Jumputan, baca ulasan dibawah ini terlebih dahulu.
Contoh motif Jumputan
Contoh motif Jumputan
Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa Jumputan itu termasuk katagori hasil kerajinan Batik, dengan alasan bahwa kain Jumputan mempunyai motif yang sama dengan motif yang ada di Batik.
Dan sebagian orang lagi berpendapat bahwa Jumputan bukan kategori Batik, dengan alasan bahwa dalam pembuatan Jumputan tidak ada proses penggambaran pola motif dan pemberian lapisan "malam" sebagaiman proses batik tulis dan cap pada umumnya.

Alasan kedua pendapat di atas benar bahwa kain Jumputan pola atau motifnya memang hampir sama dengan motif seperti yang ada di Batik dan benar bahwa proses pembuatannya memang tidak seperti batik tulis atau cap dimana motif pada batik tulis diberi sketa dengan pensil terlebih dahulu dan kemudian dilapisi lilin dengan menggunakan canting, atau pemberian motif dilakukan dengan cap pada batik Cap.

Motif motif pada Jumputan, lebih banyak cenderung bernuansa "abstrak", walaupun banyak juga yang motifnya tidak terlalu abstrak. Untuk warna, Jumputan bisa menggunakan warna gelap maupun warna warna cerah.
Jumputan dengan motif abstrak
Jumputan dengan motif abstrak

"Jumputan" berasal dari kosa kata bahasa Jawa yaitu "menjumput" yang mempunyai arti memungut. Karena melihat prosesnya. kemudian ada yang mengartikan Jumputan dengan kata "Ikat dan Celup". Menurut sejarah yang ada, teknik Jumputan atau celup ikat ini berasal dari negeri Cina yang konon dibawa oleh para pedagang India dan kemudian diadopsi serta menyebar di Indonesia. Entah daerah mana yang terlebih dahulu mengenalkan Batik Jumputan ini, namun kemungkinan besar Batik Jumputan awal mula berasal dari daerah yang berada di pesisir pantai mengingat interaksi para pedagang dahulu masuk melalui pelabuhan laut di daerah-daerah pesisir pantai.

Berarti Batik Jumputan ini bukan berasal dari Keraton sebagaimana batik-batik seperti dari Yogya, Solo, Cirebon dan Pekalongan, namun berasal dari pengaruh budaya luar dan tercipta dari kreatifitas para pengrajin batik itu sendiri.                               
Proses pembuatan Jumputan hampir seluruhnya sama dengan proses Batik Tulis atau Batik Cap, yang membedakan adalah pada saat penciptaan motif dan pemberian lilin. Pada Jumputan, motifnya dibuat tanpa menggunakan skets atau gambar, tetapi langsung dilakukan pada kain dengan menggunakan teknik ikat celup. Caranya antara lain, kain dijumput kemudian diberi biji-bijian sesuai dengan motif yang diinginkan lalu diikat dengan tali atau ada juga yang menggunakan cara dijahit. Fungsi pengikatan tali atau dengan jahitan adalah untuk membentuk motif sekaligus menutup bagian yang tidak terkena warna. Setelah itu, dilakukan pencelupan ke dalam bahan pewarna. Sederhana bukan?

Walaupun teknik yang digunakan cukup sederhana, namun hasil dari Batik Jumputan juga tidak kalah menarik dengan batik lainnya, apalagi bila motif yang dibuat lebih inovatif dan beragam.
Tidak semua daerah penghasil batik memproduksi Batik Jumputan ini, hanya beberapa daerah yang dikenal memproduksinya yaitu Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Palembang dan Bali.